Minggu, 31 Mei 2009

Mantan Kapolres Diduga Korupsi Rp. 6,6 M

SLAWI (BP) - Kasus dugaan korupsi dana DIPA sebesar Rp 6,6 milyar yang dilakukan mantan Kapolres Tegal AKBP Agustin Hardiyanto, mengejutkan sejumlah perwira di jajaran Polres Tegal. Mereka tidak menyangka jika mantan orang nomor satu di jajaran Polres Tegal itu melakukan korupsi.
“Saya memang pernah mendengar kasus ini. Tapi, saya tidak menyangka kalau ternyata kasus korupsi ini dilakukan Pak Agustin,”ujar seorang perwira di Satuan Reserse dan Kriminal (Satreksrim) Polres Tegal ini.
Menurutnya, selama dia menjabat Kapolres Tegal, AKBP Agustin Hardiyanto melakukan kegiatan proyek pembangunan rehab sejumlah kantor Polsek yang berjalan di tempat. Di antaranya Polsek Pangkah, Lebaksiu, dan Balapulang.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh di lingkungan Polres Tegal, sejumlah Kapolsek yang dinilai berseberangan dengan AKBP Agustin Hardiyanto telah dimutasi ke Polwil Pekalongan. Selain itu, para Kapolsek tersebut informasinya juga telah diperiksa Polda Jateng. Selain Kapolsek, Kasat, Kabag, dan Bendahara Satuan (Bensat), Baur SIM, Baur STNK, dan Ba Cek Fisik juga diperiksa terkait kasus dugaan korupsi tersebut.
Kapolres Tegal AKBP Wahyu Handoyo ketika dikonfirmasi setelah menghadiri rapat paripurna istimewa hari jadi Kabupaten Tegal ke- 408 terkait kasus dugaan korupsi yang dilakukan AKBP Agustin Hardiyanto mengaku terkejut. Menurut dia, penyelewengan dana sebesar Rp 6,6 miliar itu dinilai cukup besar.
''Dana sebesar Rp 6,6 miliar itu bagi polisi besar sekali,'' ungkapnya.
Ditempat terpisah Erva AT, seorang aktifis anti korupsi Kabupaten Tegal memberi apresiasi yang tinggi terhadap Kapolda Jateng yang serius menangani dugaan kasus korupsi yang melibatkan mantan Kapolres Tegal. Dia juga berharap Kapolda Jateng terbuka dalam menyampaikan informasi kepada publik terkait masalah tersebut, agar masyarakat dapat mengetahui yang sebenarnya.
“Korupsi adalah biang kehancuran kepribadian bangsa sehingga saat ini prioritas POLRI ialah memberantas korupsi di dalam tubuh POLRI sendiri. Selain karena dapat merusak moral dan merupakan pidana juga dapat merusak citra POLRI di mata masyarakat yang menginginkan tegaknya hukum,” ujar Erva.
Seperti yang di ketahui dari informasi yang kita dapat, mantan Kapolres Tegal AKBP Agustin Hardiyanto di duga telah melakukan tindak pidana korupsi (TIPIKOR) dana DIPA Rp 6,6 miliar. Dana tersebut dikorupsi selama menjabat mulai 4 April 2008 hingga 25 Pebruari 2009. Saat ini, kasus tersebut tengah dalam penyidikan Polda Jateng.
“ Saat ini kasusnya masih di tangani POLDA Jateng “ ujar Wahyu Handoyo ketika ditemui usai rapat paripurna istimewa di DPRD Kabupaten Tegal. (byo)

Kirab Pusaka dalam rangka HUT Kab. Tegal


Hari jadi Kabupaten Tegal ke- 408 pada tanggal 18 Mei 2009 di peringati dengan prosesi yang sangat meriah. Kegiatan di mulai pada hari Sabtu pukul 08:00 wib dengan acara Ziarah ke makam Ki Gede Sebayu di Desa Danawarih, Ki Ageng Hanggawana dan Pangeran Purbaya Desa Kalisoka oleh unsur Pemerintahan Kabupaten Tegal dengan muspida dan masyarakat. Kemudian dilanjutkan pada hari Minggu dilaksanakan proses kirab pusaka tombak Kyai Plered. Setelah sebelumnya pusaka tombak Kyai Plered dijamas (dimandikan) serta disemayamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru. Tombak pusaka Kyai Plered kemudian di kirab menuju rumah dinas Bupati Tegal dengan arak-arakan yang melibatkan keluarga dari garis kerabat/ keturunan dan masyarakat Kabupaten Tegal. Arak-arakan juga diwarnai pawai dan karnaval oleh sejumlah elemen masyarakat serta duta kesenian dari seluruh kecamatan se-Kabupaten Tegal.
Rombongan kirab diberangkatkan dari Desa Kalisoka sekitar pukul 13:30 wib. Tombak pusaka Kyai Plered dibawa dengan menggunakan mobil pick up dan berada diurutan terdepan dari rombongan kirab. Dibelakang kirab nampak sejumlah ratusan sepeda motor dan puluhan mobil serta dokar yang di tumpangi oleh masyarakat yang sudah sejak dari pagi dengan sabarnya menunggu acara kirab tersebut.
Sekitar pukul 15:00 wib rombongan kirab tiba di Kantor Kecamatan Slawi. Setelah istirahat sejenak rombongan melanjutkan perjalanan menuju rumah dinas Bupati Tegal. Setibanya di rumah dinas Bupati Tegal, rombongan kirab di sambut oleh Bupati Tegal H.Agus Riyanto, SSos, MM da Wakil Bupati Tegal H.M.Moch Hery Sulistyawan, SH, MHum serta sejumlah tamu undangan lainya.
Bupati Tegal dan segenap jajaran SKPD serta unsur muspida nampak menyambut peserta kirab diatas panggung kehormatan yang didirikan dijalan raya depan rumah dinas Bupati Tegal. Prosesi peringatan hari jadi kemudian dilanjutkan dengan penyerahan tombak pusaka Kyai Plered dari keturunan Ki Gede Sebayu, yang diwakili oleh Bambang Purnama kepada Bupati Tegal. Satu-persatu peserta kirab menunjukan kebolehan mereka dihadapan Bupati Tegal dan tamu undangan lainnya. (byo)

Bupati Prihatin Kesenian Brebes

Perlu pembenahan lebih dalam untuk urusan seni budaya di Brebes. Seperti yang diutara-kan budayawan kelahiran kota Brebes, Drs. Atmo Tan sidiq. Mengingat tahun masa bhakti Dewan Kesenian Brebes sudah berakhir sementara grengseng pralihan jabatan masih harus menunggu lama yaitu sekitar bulan Oktober yang akan datang, mengatakan bahwa pemimpin Dewan Kesenian Brebes kedepan harus bisa mewakili kepentingan Brebes Selatan dan Brebes Utara.
“Selama ini orang me-nyebut, Brebes Selatan ya Brebes Utara,” tuturnya kepada Banaspati Post. Pemimpin kedepan harus lebih ngemong, sehingga tidak ada pengkotak-kotakkan. Tidak boleh ada diskriminasi budaya, harus punya kearifan lokal dalam menyikapi perbedaan pendapat.
Hal senada disampaikan Bupati Brebes, H. Indra Kusuma, S.Sos disela-sela pelepasan Kirab dalam rangka sosialisasi DPS Pemilu Pilpres, Senin (11/5) lalu. Ia juga sempat mengutarakan rasa keprihatinan tentang sepinya aktifitas seni budaya di Brebes. Kalau pun ada hiburan nunggu selama setahun, bersamaan moment peringatan HUT Kemerdekaan. Setelah itu sepi kembali, dan kondisi ini merata di semua wilayah pedesaan. Termasuk di pusat perkotaan Brebes.
“Saya harap kedepan Dewan Kesenian bisa lebih baik,” tutur Bupati Indra singkat. (tr)

Preman Kuasai Alat Dinkes

SLAWI (BP) - Proses lelang pengadaan komputer Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal yang dianggarkan lewat APBD TA 2009 jadi ajang premanisme hingga ricuh. Pelaksanaan lelang pengadaan komputer senilai Rp 332 juta dengan HPS Rp 320 juta diadakan di Kantor Dinkes Kabupaten Tegal.
Kericuhan berawal ketika sejumlah rekanan yang ingin memasukan dokumen penawaran kepada panitia lelang yang di pimpin Supriyanto. Lelang tersebut terkesan tidak terbuka dan dinilai melanggar KEPPRES 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Kericuhan terjadi karena sejumlah rekanan menggunakan cara-cara “premanisme” dalam melakukan pemasukan dokumen penawaran lelang. Premanisme dilakukan dengan cara menghalau atau menghadang para rekanan lain yang ingin memasukan dokumen penawaran kepada panitia.
Salah seorang rekanan yang ingin masuk ke ruangan tempat berlangsungnya lelang, H.Radis Satori (64) warga Desa Pagongan Kecamatan Dukuhturi, yang juga direktur CV.Menara Mas Kabupaten Tegal mengaku di hadang atau dihalau sekelompok “preman” saat akan memasuki Kantor Dinkes Kabupaten Tegal. Bahkan saat itu sampai terjadi percecokan sengit serta hendak merampas dokumen penawaran yang hendak dimasukan ke panitia lelang. Namun aksi keributan tersebut dapat di lerai oleh Satuan Pengamanan setempat.
“Saat hendak masuk ke Kantor Dinkes untuk memasukan dokumen penawaran, saya di haling-halangi 5 (lima) orang tanpa ada alasan yang jelas. Bahkan saya tidak boleh masuk ke ruangan lelang yang kemudian saya di tawari fee, namun saya tolak, ” ujar Radis Satori.
Berdasarkan kejadian tersebut Radis Satori akhirnya mengambil sikap untuk melaporkan kejadian yang di alami ke Polres Tegal. Hal itu karena Radis sangat menyayangkan tindakan premanisme oleh sejumlah rekanan local dalam memperoleh pekerjaan di Kabupaten Tegal. Dalam peristiwa tersebut Radis juga sangat kecewa dengan panitia lelang yang hanya diam saja ketika tahu adanya keributan tersebut. Kekecewaan Radis di wujudkan dengan melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tegal.
Sementara itu ketua panitia lelang komputer Dinkes Kabupaten Tegal, Supriyanto mengaku pelaksanaan tender sesuai aturan dan hanya diikuti 4 (empat) perusahaan yakni, 1. CV Cahaya Hanura 297 juta, 2. CV Putra Nusantara 317 juta, 3. CV Tunas Bersama 318 juta, 4. CV Hilma 319 juta. Namun demikia pihaknya belum dapat mengumumkan pemenang karena masih harus menunggu masa sanggah.
Saat disinggung permasalah-an pengondisian lelang oleh rekanan tertentu yang menggunakan cara premanisme, Supriyanto menampik dan berkilah. Menurutnya, panitia sudah melakukan lelang terbuka dan sesuai aturan. Mengenai Radis, menurutnya karena yang bersangkautan terlambat memasukan dokumen.
“ Munculnya pengondisian atau penghalang-halangan oleh sejumlah rekanan itu urusan mereka sehingga bukan urusan panitia lelang,“ ungkap Supriyanto.
Sementara itu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pengadaan komputer Dinkes Kabupaten Tegal Djuwaini EK, SH. MKes mengatakan, akan melakukan pengecekan atas kebenaran insiden tersebut. Jika memang terbukti ia akan menegur panitia karena lelang itu sifatnya terbuka untuk umum.
“Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran saya akan bertindak dan terima kasih atas informasinya serta segera kroscek ke panitia,' ujar Djuwaini.
Lebih lanjut dikatakan Djuwaini EK, SH,Mkes bahwa, Dinas Kesehatan sudah mengadakan rapat antara Pimpinan dengan panitia lelang dan menghasilkan keputusan yang akan memanggil semua yang telah mengambil dokumen penawaran untuk diundang serta mengambil kebijakan yang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.
“Ada kemungkinan besar lelang komputer di ulang karena terdapat proses lelang yang tidak sesuai dengan KEPPRES 80 Tahun 2003 dimana proses lelang sifatnya ialah terbuka untuk umum,” ujarnya. (Byo)

Miras Besotan Tomo Nikmat Membawa Maut



Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Sebuah ungkapan pribahasa hanya berlaku bagi Tomo, pemilik “warung maut”, sekaligus pembuat miras besotan, kena batunya.
Tak sebanding dengan materi yang dikumpulkan Tomo dari hasil penjualan miras, harus ditebus puluhan nyawa, akibat menenggak miras besotan produk Tomo. Beberapa kali kami mengkritisi Tomo juga Ketua Rt.08 Rw.09 Mg, di jalan Ciliwung, Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, di mana warung (warteg) Tomo menjual miras besotan, baik secara lisan maupun lewat pemberitaan di media (GN, edisi 30-31, Nopember 2008 dengan sub judul, Miras dan Prostitusi Merebak di Jalan Ciliwung), namun dengan kebohongan yang disandang ia selalu menepis persoalan miras. Katanya, ia tidak lagi memproduksi, tetapi fakta di lapangan warung Tomo tetap saja menjual miras besotan dengan kemasan plastik “beras”, ukuran 0,25 Kg, seharga Rp.7.000,-/kantong. Tidak ada merek ataupun lebel, yang ada aroma khas miras yang menyengat.
Bahkan Ketua Rt.08/09, Mg. Kelurahan Mintaragen, terkesan melindungai, sehingga timbul asumsi publik, ada apa dengan Mg.? Ini menjadi bom waktu, khususnya bagi pak Rt. Sebab Tomo sendiri kini dalam pengamanan pihak berwajib untuk dimintai keterangan terkait tragegi maut tersebut. Harapan masyarakat, Tomo akan “bernyanyi” tentang jaringan produk illegal miras di Tegal.. Kalau dia bungkam, resiko ditanggung sendiri di hotel prodeo, sambil berangan-angan naik haji yang gagal. Konon menurut kabar yang tersiar tahun ini Tomo dan keluarga akan menunaikan haji, namun sayang hasrat mulia itu harus tertunda untuk waktu yang tidak bisa ditentukan, lantaran tersandung miras besotan. Terlepas problematika manusia tentang rencana duniawinya. Tetapi Tuhan telah menunjukkan kebesaran-Nya dengan memberikan musibah, cobaan atau adzab bagi manusia lewat tragedi maut. Dan Tomo harus rela mengurungkan niat baiknya ke rumah Tuhan. Sesungguhnya rencana dan siksa Tuhan amat nyata dan pedih tak terperi.
Sial bagi Tomo, produk miras besotan pasca itu diduga salah meramu, sebab yang sudah-sudah berjalan lancar-lancar saja. Pasti ini ada yang tidak beres dalam pembuatan miras tersebut. Seperti informasi yang didapat BP, formula pembuatan miras besotan dalam satu paket produksi terdiri dari 20 liter etanol (alcohol) dan 60 liter air plus nanas yang dibusukkan (proses vermentasi) serta zat kimia (?), jadilah miras besotan produk Tomo. Diduga Tomo memproduksi cukup lama. Sehingga Tomo tak usah repot-repot memasarkan secara terang-terangan, cukup lewat warung miliknya (warteg) yang berfungsi seperti agen. Pembelinya pun kalangan tertentu, rata-rata masyarakat miskin dan membelinya pun sembunyi-sembunyi. Jadi keberadaan warung nasi tersebut formalitas saja, penghasilan pokoknya adalah miras besotan, konon omzetnya mencapai 2 jutaan. Wajar kalau Tomo menjadi mapan soal materi, sehingga dipertahankan keberadaannya, kendati banyak pihak yang menghendaki Tomo tutup. Ada yang sifatnya iri karena limpahan materinya, tetapi ada juga yang benar-benar tulus demi kemaslahatan. Ibarat anjing menggonggong, kafilah berlalu. Tomo tidak menggubris, karena ini menyangkut pundi-pundi uang yang diraup. Sehingga beberapa koleganya mengikuti jejak memproduksi miras besotan. Untuk itu sekali lagi, ibarat bom waktu, suatu waktu meledak, dan mereka para produsen tak bisa mengelak karena “biangkerok” telah diamankan pihak berwajib sambil terus “bernyanyi”. (rd)

Kesaksian Mba Tuk

Kesaksian penujual rokok di Jalan Yos Sudarso, tepatnya di pintu masuk Pantai Alam Indah (PAI), Mba Tuk, kewalahan menghadapi para peminum yang setiap saat kiosnya dijadikan ajang pesta miras “Tulung angger aku buka dagangan aja pada nginung nang kene” ujar Mba Tuk, menuturkan penggalan ceritera para peminum kepada BP. Selanjutnya dijawab salah seorang peminum, Lutfi, yang akhirnya meregang nyawa di tempat itu juga. “Angger ora nang kene nang endi maning? Nang warunge Tomo diusir, nang kene ya diusir...” Jawab Lutfi dengan mulut bau aroma miras dan nada bicara layaknya orang teler, agak sengau. Di tempat mereka membeli miras saja tidak boleh, apalagi di warung lain, kira-kira begitu grundelan Mba Tuk.
Suatu malam awal gemparnya para pemabuk bergelimpangan tewas, lagi-lagi Mba Tuk-lah yang kerepotan dan tahu persis Lutfi sekarat. Melihat peristiwa itu Mba Tuk bergegas melapor Rt setempat, dan Selasa malam yang naas itu, tepatnya pukul 22.00 WIB, Lutfi meninggal dengan sekujur tubuhnya keluar keringat dingin dan bibirnya berbusa. Menjelang ajalnya Mba Tuk melihat Lutfi kelojotan seperti binatang yang terpanggang, sambil berulang-ulang menyebut nama Tuhan “Tulung ya Allah, Panasss….” Lutfi mati di tempat itu juga. (rd)

Penampakan Mbah Semar


SLAWI (BP) -Aktifitas Gunung Slamet yang mengeluarkan semburan api dan kepulan asap tebal berwarna putih serta hitam itu menuai kontroversi dengan munculnya fenomena penampakan di antara kepulan asap. Fenomena itu tampak pada photo yang menyebar di masyarakat kabupaten tegal.
Menurut Abdul, seorang guru olah raga sebuah SD di Kecamatan Bumijawa mengatakan, bahwa photo yang dia dapat itu hasil pemberian dari seorang siswa Sekolah Kejuruan asal Bumijawa yang mengaku mendapat gambar pada tanggal 10 maret 2009 lalu saat siswa Sekolah Kejuruan tersebut melihat dari dekat semburan asap Gunung Slamet dari pos pemantauan di Desa Gambuhan, Pemalang.
Beredarnya photo penam-pakan di antara kepulan asap Gunung Slamet itu mendapat tanggapan yang beragam dari kalangan masyarakat, sebagian mengatakan bahwa penampakan itu suatu pertanda bahwa Gunung Slamet sudah tua usianya sehingga nenek penghuni gunung menampakan diri, sebagian yang lain mengatakan, bahwa penampakan yang terilhat di photo itu hanya sebuah rekayasa komputer belaka.
Terkait dengan beredarnya photo penampakan di semburan api dan kepulan asap Gunung Slamet, Dakot yang merupakan juru kunci Guci dari keturunan ke tiga dari juru kunci pendahulunya yaitu mbah Sumarjo dan mbah Saprawi, mengaku hati-hati dalam menanggapi beredarnya photo penampakan yang beredar di kalangan masyarakat. Namun Dakot juga tidak menyanggah adanya penghuni yang berdiam pada sebuah gunung, hutan rimba, dan tempat-tempat angker lainya.
“Terlihat photo ini seperti wanita, sehingga kebanyakan orang akan mengatakan kalau penampakan ini sosok seorang nenek. Gunung Slamet ini ada pasangannya, yaitu gunung Ciremai yang berada di daerah kabupaten Kuningan. Menurut cerita Gunung Slamet itu laki-laki dan Gunung Ciremai perempuan, atau kemungkinan yang tampak dalam photo itu mbah Semar yang di yakini menghuni Gunung Slamet,” ungkap Dakot. (byo)

Kamis, 14 Mei 2009

Kesenian Brebes Kurang Infus


Kehidupan tanpa seni bagaikan makan tanpa garam, mungkin ungkapan itu sangat tepat bagi kita semua. Karena setiap irama kehidupan jika dibumbui dengan unsur seni akan terasa lebih indah. Contoh, bertamu ada seninya, bercinta juga ada seninya, dan hampir setiap aspek kehidupan, seni itu akan menambah suasana menjadi indah.
Sehingga gambaran yang pas itu jika diterapkan di daerah Brebes juga tepat jika dikatakan Brebes itu kurang indah, kesenian di Brebes bagaikan hidup segan mati tak mau. Hal tersebut dikarenakan Kesenian di Brebes itu kurang “infus”. Infus disini bukan hanya dari sokongan anggaran daerah namun juga perhatian masyarakat dan pemerintah sendiri dalam menyikapi penyelenggaraan kesenian di daerah. Begitulah menurut Widjanarto, pemerhati seni asal Jatibarang - Brebes.
Menurut Widjanarto, kurang bergariahnya kegiatan berkesenian di Brebes disebabkan juga karena para tokoh seniman menempatkan seni hanya sebagai sampingan. Jarang diantara mereka yang punya profesi sebagai pekerja seni. Ditambah seniman di Brebes belum punya tempat resmi sebagai sentra kegiatan atau tempat teman-teman seniman berkumpul.
“Persoalannya juga Dewan Kesenian selama ini belum punya tempat khusus sebagai tempat temu kangen para seniman,” kata Gusdur, panggilan akrab Widjanarto. “Apalagi sekarang dana APBD untuk Dewan Kesenian, turun hingga 50 persen dari anggaran tahun lalu”.
Terkait dengan masa bakti Dewan Kesenian Kabupaten Brebes (DKKB) yang sudah habis, Gusdur berharap kedepan Dewan Kesenian bisa merepresentasikan para seniman-seniman yang ada didaerah. Karena selama ini masih ada beberapa komite yang belum ada dan yang sudah ada pun ada yang tidak aktif. Sementara yang aktif diantaranya hanya dari Komite Seni Sastra, Seni Tradisional, Seni Teater, dan Seni rupa.
“Butuh kontinuitas kerja agar even-even kesenian terselenggara, terutama bagaimana caranya agar Dewan Kesenian punya gedung sendiri,” lanjut Gusdur.
Infromasi yang diterima, ada beberapa nama kandidat yang siap mengisi kursi ketua DKKB pasca Lukman Suyanto, SH yang musda-nya akan digelar bulan Oktober 2009 ini. Diantaranya, Drs. Supriyono, Lurah Topik, dan Ki Dalang Tarto. Sementara Lukman sendiri kabarnya sudah tidak berminat lagi.
Dari keempat kandidiat ini, hanya Ki Dalang Tarto yang ketika di konfirmasi via telpon, menjawab masih ada yang senior. (tr)

Masih Ada Pungli Diantara Kita


TEGAL (BP) - Bantuan langsung Tunai (BLT) selalu saja menuai masalah. Padahal petunjuk dan pelaksanaannya sangat jelas, baik dari pusat mau pun dari lembaga kelurahan, bahwa dana BLT jangan diotak-atik, ini hajat rakyat miskin untuk dinimati sesaat manisnya dana yang digulirkan pemerintah. Sekurang-kurangnya untuk meringankan beban derita hidup dihimpit sulitnya perekonomian yang tak berkesudahan.
Namun kenyataan di tengah masyarakat masih saja ada oknum Ketua RT dan RW bermain akal-akalan memungut dana BLT Rumah Tangga Sasaran (RTS), dengan dalih mengisi uang kas RW. Ironisnya hal ini dikenakan wajib, bukan sukarela bagi RTS. Tentu saja bagi penerima dana BLT saat berhadapan dengan Ketua RW begitu patuh dan terkesan ikhlas, tetapi kenyataan yang sebenarnya bertolakbelakang, mereka ngegrundel.
Adalah Tarmudi, Ketua RW 09, Kelurahan Mintaragen, dengan “gagah berani” memungut dana BLT kepada RTS sebesar Rp.5 ribu, dengan alasan untuk kas RW. Dana tersebut dikoordinir Ketua RT 08, Mugi. Tetapi ada juga yang langsung ke Ketua RW 09. Bedanya kalau ke Mugi, RTS Rt.08 harus rela dipotong Rp.20 ribu. Dengan rincian, Rp.5 ribu untuk kas RW, Rp.5 ribu untuk kelurahan, sisanya Rp.10 ribu bagi RT 08, itu pun sukarela, Mugi tidak memaksa. Tetapi rata-rata RTS RT.08 RW09 dipotong Rp.20 ribu. Seperti dituturkan salah satu warga RT.08 yang tak mau disebut namanya.
Padahal jauh hari sebelum pencairan dana BLT, telah beredar surat resmi dari kelurahan yang mengimbau larangan memotong dana BLT, tertanggal 20 April 2009. Untuk lebih jelasnya kami turunkan kutipannya; Sehubungan dengan adanya pembagian BLT warga Kelurahan Mintaragen yang pencairannya besok pada tanggal, 22 April 2009, maka kami selaku aparat pemerintah (Lurah Mintaragen) menghimbau kepada Ketua RT/RW se-Kelurahan Mintaragen, tidak diperkenankan memotong/ memungut dana tersebut dengan alasan/ dalih apa pun, karena semua ini demi untuk menjaga agar tidak mencuat berita-berita di koran dan juga tidak memberatkan warga penerima BLT tersebut.
Begitu gamblang bunyi imbauan tersebut, terkesan mulia, karena pembelaannya terhadap warga miskin penerima BLT dengan penekanan kalimat pada “tidak memberatkan penerima BLT”. Namun kenyataan yang terjadi baik Ketua RT maupun RW setempat tidak mengindahkan. Bahkan BP mendapat aduan dari masyarakat sangat variatif. Sebut saja Darno, tukang becak warga RT.07/09, menyesalkan tindakan Tarmudi yang menolak pengisian uang kas sebesar Rp.3 ribu. “Gawa bae wis, nggo tuku rokok, tapi sampeyan arane tak catet nang kene”. Ujar tarmudi dengan dialek tegalan. Jadi pungutan itu sifatnya wajib Rp.5 ribu untuk kas RW.
Ketika BP kerumahnya, Tarmudi tidak di tempat. Kemudian kami menghubungi lewat SMS, kami tanyakan seputar pungutan tersebut, tetapi tak ada jawaban. Juga saat dihubungi via telepon, namun lagi-lagi dimatikan. Tetapi bagi sebuah media tidak ada jawaban, itu pun menjadi sebuah berita tak kalah menariknya. Sangat disayangkan, sebagai tokoh masyarakat Tarmudi tidak merespon setiap pertanyaan yang diajukan. Kalau ia merasa benar tidak melakukan hal-hal yang disangkakan masyarakat, tentu akan memberikan klarifikasinya. Artinya Tarmudi sangat koorporatif.
Sejauh ini beberapa media lokal menurunkan pemberitaan seputar kasus BLT yang ditanggapi Wakil Walikota Tegal Habib Ali, yang dilansir koran harian, bahwa oknum Ketua RT/ RW akan ditindak dan dikenakan sanksi (Radar Tegal,23 April 2009).
Lurah Mintaragen, Madiyono, S.IP, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, menyesalkan tidakan Ketua RW.09 Tarmudi, yang tidak mematuhi imbauan larangannya. (rd)

PARTAI Demokrat Brebes Lecehkan Profesi Wartawan

Belum selesai kasus dugaan penyuapan oknum PPK Tanjung yang melibatkan dirinya, Dedy Yon Supriyono, SE, Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Brebes kembali menemui masalah. Kali ini terkait dengan tulisan yang berada pada buku terbitannya yang berjudul “Referensi Sang Demokrat” yang disebarkan oleh Partai Demokrat Brebes ke sejumlah sekolah.
Tulisan yang dinilai melecehkan profesi wartawan karangan Drs. Saefudin Abdurachman dari CV Matarindo Ketanggungan – Brebes ini menyebabkan kantor DPC Partai Demokrat di jalan A. Yani - Brebes digeruduk puluhan wartawan. Senin (27/4) lalu.
Salah satu halaman buku yang diterbitkan oleh partai Demokrat Brebes telah menyatakan peran wartawan yang dianggap sebagai salah satu penyebab problem demokrasi di Kabupaten Brebes. Selain itu, sidebutkan juga dalam buku tersebut bahwa selama ini wartawan Brebes sebagai kelompok yang sering mengurangi anggaran belanja daerah. Jurnalis Brebes hanya bergantung pada Pemkab Brebes sebagai sumber utama infomrasi maupun ekonomi. Bahkan, jurnalis juga dituduh memanipulasi informasi melalui pembentukan opini publik yang memenangkan pasangan calon tertentu.
Bayu Setiawan, ST, salah satu wartawan di Brebes mengatakan apa yang tertulis dalam buku terbitan DPC Partai Demokrat Kabupaten Brebes itu tidak benar sama sekali. Wartawan menulis berdasarkan fakta dilapangan dan tidak tergantung pada informasi dari Pemerintah Kabupaten. Apalagi tuduhan kalau sumber ekonominya tergantung pada Pemkab, sangat tidak benar.
Setelah dua jam para kuli tinta Brebes mendemo kantor Demokrat, Dedy seperti biasa tak berani menemuinya. Tapi Mi’raz Aminudin, Sekretaris DPC Partai Demokrat Brebes menyatakan minta maaf atas terbitnya buku tersebut.
“Sepengetahuan saya buku itu belum diedarkan secara resmi. Mungkin pengarangnya berinisiatif sendiri mengedarkan buku itu. Kalau memang isinya tidak sesuai, atas nama partai kami minta maaf dan siap mencabut peedaran buku tersebut,” katanya.
Namun pertemuan itu tidak membuat para wartawan lega. Mereka masih menuntut bertemu dengan Dedy selaku ketua, jika tidak akan mengancam akan mempidanakannya. (tr)

Panwaslu Brebes : KASUS TERBESAR


Terbongkarnya kasus dugaan penyuapan calon legislatif (caleg) DPR RI Partai Demokrat , Susi Barbara terhadap oknum Panitia Pemilihan Kecamatan Tanjung merupakan temuan terbesar Pengawas Pemilu Kabupaten Brebes. Ketua Panwaslu Kabupaten Brebes, Akhmad Hanfan membenarkan adanya dugaan penyuapan diwilayahnya dan telah dilaporkan ke Polres Brebes untuk ditindaklanjuti. Ia juga berhasil menggamankan barang bukti berupa uang sebanyak Rp. 15 juta dari Jetua PPK Tanjung Abu Nasir dan dari Ketua Partai Demokrat Kabupaten Brebes Dedy Yon Supriyono, SE. Sebelum kasus ini ditangani pihak Polres Brebes, pihaknya mengalami kesulitan untuk memproses kasus tersebut, sebab pihak-pihak yang diduga kuat terlibat itu tidak kooperatif saat dipanggil untuk dimintai keterangan.
Menurut Hanfan kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di wilayahnya semua cenderung pelanggaran administrasi, dan 80 persen dari 700 lebih kasus didominasi pelanggaran kampanye. Dan tidak terbukti. Untuk kasus penyuapan ini, karena terjadi pasca pemilu, maka tergolong tindak pidana murni, bukan kasus pemilu. Sehingga berkasnya dilimpahkan ke Polres Brebes. Dan ketika Banaspati Post mencoba menggali lebih dalam, Hanfan yang dihubungi melalui ponselnya menuturkan, kasus ini sudah ditangani Polres Brebes bahkan meminta kepada Banaspati Post untuk tidak memuatnya. (tr)